Jumat, 11 Oktober 2013

Acuaria sp


Cacing acuaria sp ditemukan pada unggas. Ada dua jenis spesies cacing acuaria yaitu acuaria hamulosa dan acuaria spiralis. Habitatnya terdapat pada proventrikulus, ventrikulus dan esophagus. Ini tergantung dari spesies dari acing tersebut. Acuaria hamulosa terdapar pada ventrikulus sedangkan acuaria spiralis terdapat pada proventrikulus dan terdapat pada esophagus.

 Morfologi
Mulutnya mempunyai dua pseudolabia lateral, terdapat empat kordon yang membentuk bukit yang berjalan ke posterior tidak membalik kedepan. Ujung posterior jantan bergulung, vulva terletak sepertiga posterior tubuh. Ukuran telur 40-45 X 24-75 mikron. Panjang jantan 10-14 mm dan betina 16-29 mm.


Siklus Hidup
Telur dikeluarkan bersama tinja dan tertelan oleh hospes intermidier (A. hamulosa yaitu belalang melanoplus) dan A. spiralis yaitu Isopoda,  larva akan berkembang dalam hospes intermidier. Host terinfeksi bila memakan host intermidier infektif.

Gejala Klinis
            Gejalala klinis dari acing ini umumnya menyebabkan berat badan unggas menurun (kekurusan), ayam kelihatan malas makan dan minum, terlihat pucat dan sayap menggantung.

Diagnosis

       Diagnosa dari acing ini dilihat dari gejala klinis dan berdasarkan keadaan lingkungan yang memungkinkan untuk pertumbuhan hospes intermedier. Dapat dilihat pula pada pemeriksaan bedah bangkai akan telihat cacing pada provntrikulus atau pada ventrikulus. 

Railietina sp

Cestodosis merupakan penyakit cacing pita yang menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang terlihat antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu Raillietina spp.
Infeksi Cestoda memiliki tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi oleh Nematoda dan trematoda. Pada usus ayam buras rata-rata ditemukan 132,27 ekor cacing yang antara lain terdiri dari cacing Cestoda Raillietina spp.

Morfologi Raiilietina spp
Terdapat 3 spesies cacing Raillietina spp, yaitu Raillietna tetragona, Raillietina echinobothrida dan Raillietina cesticillus. Di bawah ini secara rinci morfologi masing-masing spesies cacing Raiilietina spp diterangkan. 
1.      Raiilietina tetragona
Raiilietina tetragona merupakan cacing pita ayam yang terpanjang, mencapai 25 cm dan lebar proglottidnya 1-4 mm. Lebar skoleksnya 175-350 mikron dan memiliki rostellum yang diameternya 200-300 mikron. Pada rostellumnya terdapat 2 atau 3 barisan yang terdiri dari 90-120 duri yang panjangnya 6-8 mikron. Alat penghisapnya juga dilengkapi dengan 8-12 baris duri yang panjangnya 3-8 mikron. Lubang kelaminnya biasanya unilateral, kadang-kadang saja berselang seling tak teratur, letaknya di depan tengah-tengah sisi proglottid yang matang. Terdapat 18-32 testes pada setiap ruas. Uterus berisi kapsul yang masing-maisng mengandung 6-12 telur yang berukuran 25-50 mikron (Soulsby, 1982). Kantong sirrusnya kecil, dengan panjang 75-100 mikron (Reid, 1984). Gambar 1 menunjukkan skoleks dan segmen serta lubang genital Raillietina tetragona.
2.      Raillietina echinobothrida
Raillietina echinobothrida, panjangnya mencapai 250 mm dengan lebar 1-4 mm. Skoleksnya bergaris tengan 250-450 mikron, sedang rostelum bergaris tengah 100-250 mikron yang dilengkapi dengan dua baris kait-kait sebanyak 200-250 yang panjangnya 10-13 mikron. Alat penghisapnya juga dilengkapi dengan 8 - 15 baris duri-duri dengan ukuran 5-15 mikron. Lubang kelaminnya hampir selalu unilateral, terletak di tengah-tengah atau sedikit di belakang tengah-tengah sisi proglottid. Uterus berakhir dengan kapsul yang mengandung 6-12 telur.
Kantong sirrus berjarak sepertiga dari saluran ekskretori dan relatif besar, panjang 130-190 mikron. Testes berjumlah antara 20-45 buah dalam tiap segmen.
Ciri khas cacing ini yaitu segmen posterior akan melepaskan diri pada suatu bentukan yang mirip jendela terletak di pertengahan segmen. Akan tetapi bentukan tersebut tidak selalu ditemukan pada setiap individu.
3.      Raiilietna cesticillus.
Panjangnya Raiilietna cesticillus berkisar antara 100-130 mm dan lebarnya 1,5-3 mm, lebar skolek 300-600 mikron. Rostellumnya cukup besar dengan diameter 100 mikron, dilengkapi dengan dua baris terdiri dari 400-500 duri yang berukuran 8-10 mikron. Alat penghisapnya tidak berduri kait. Dalam tiap proglottid yang matang terdapat 20-230 testes. Lokasi lubang kelaminnya berselang seling tidak teratur. Kapsul telur, masing-masing mengandung satu telur, mengisi seluruh proglottid yang matang.


Siklus Hidup Raiilietina spp
Penyebaran cacing Cestoda pada ayam sangat dipengaruhi oleh adanya inang antara. Telur cacing Cestoda yang termakan oleh inang antara akan menetas di dalam saluran pencernaannya.Telur yang menetas berkembang menjadi onkosfir yaitu telur yang telah berkembang menjadi embrio banyak sel yang dilengkapi dengan 6 buah kait.
Onkosfir selanjutnya berkembang menjadi sistiserkoid dalam waktu 3 minggu setelah telur termakan oleh inang antara. Sistiserkoid tetep tinggal di dalam tubuh inang antara sampai dengan inang antara tersebut dimakan oleh inang definitif yaitu ayam.
Setelah ayam memakan inang antara yang mengandung sistiserkoid, maka sistiserkoid terbebaskan oleh adanya aktivitas enzim pencernaan. Segera setelah sistiserkoid bebas, skoleksnya mengalami evaginasi dan melekatkan diri pada dinding usus. Segmen muda terbentuk di daerah leher dan akan berkembang menjadi segmen yang matang dalam waktu 3 minggu. Pada saat segmen atau strobila berproliferasi di dinding leher, dinding sistiserkoid akan mengalami degenerasi dan menghilang. Selanjutnya sistiserkoid berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus ayam dalam waktu 20 hari
Berdasarkan beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa masing-masing spesies cacing dari genus Raillietina spp mempunyai inang antara yang berbeda-beda. Raillietina tetragona menggunakan semut dari genus tetramorium dan Pheidole serta lalat Musca domestica sebagai inang antara. Raiilietina echinobothrida menggunakan inang antara semut jenis yang sama dengan Raiilietina tetragona. Sedangkan Raillietina cesticillus mempunyai inang antara berupa kumbang dan lalat Musca domestica.
Cacing yang hidup dalam saluran pencernaan akan mengambil makanan dengan cara menyerap sari makanan dari induk semangnya pada mukosa usus. Apabila tingkat infeksi cukup berat, induk semang akan mengalami hypoglicemia dan hypoproteinemia yang nyata.

Gejala Klinis 
Gejala klinis akibat cacing Cestoda pada ayam dipengaruhi antara lain oleh status pakan atau keadaan gizi ternak, jumlah infeksi dan umur ayam. Pada beberapa jenis infeksi, gejala umum pada ayam muda biasanya ditunjukkan oleh adanya penurunan bobot badan, hilangnya napsu makan, kekerdilan, diare dan anemia. Penurunan produksi telur dan kesehatan secara umum juga merupakan gejala umum akibat infeksi cacing Cestoda.
Cacing Cestoda dalam jumlah besar akan banyak mengambil sari makann dari tubuh inangn sehingga tidak jarang menyebabkan hypoglicemia dan hypoproteinemia.
R. cesticillus menyebabkan degenerasi dan inflamasi villi selapit lendir usus di tempat menempel ujung kait rostellum dan dalam keadaan infeksi berat dapat menyebabkan kekerdilan. Cacing Cestoda ini paling umum didapati pada ayam dengan kerusakan berupa enteritis haemorrhagia. Cacing ini menyebabkan degenerasi dan peradangan pada vili-villi selaput lendir usus.
Raillietina echinobothrida menyebabkan diare berlendir tahap dini. Raillietina echinobothrida dan Raillietina tetragona menyebabkan pembentukan nodul-nodul pada dinding saluran pencernaan. Diantara kedua jenis cacing Cestoda tersebut, yang paling banyak meninmbulkan kerusakan adalah Raillietina echinobothrida. Raiillietina tetragona dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan produksi telur pada ras-ras ayam tertentu.

Diagnosis

Diagnosis penyakit didasarkan atas gejala klinik yang tampak dan sejarah timbulnya penyakit. Selain itu dapat pula dengan melakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis dimana akan ditemukan proglottid masak yang lepas atau telur cacing yang keluar bersama tinja. Kelemahan pemeriksaan ini adalah tidak selalu berhasil karena progolttid masak tidak dikeluarkan bersama tinja terus-menerus. Pada pemeriksaan pasca mati akan didapat diagnosis yang memuaskan karena ditemukan spesies cacingnya. Teknik diagnosis yang lain adalah dengan melihat bungkul-bungkul pada mukosa usus dimana cacing mengkaitkan diri pada infeksi R. echinobothrida, Enteritis Catharallis chronica, hyperplasia dinding usus pada tempat cacing melekatkan diri dan perdarahan serta pengelupasan selaput lendir usus.

Cacing Ascaridia gali pada Ayam

Ascaridia gali
Cacing secara alami sering ditemukan pada berbagai unggas liar maupun unggas peliharaan. Pada unggas terdapat dua golongan utama cacing yaitu Nematoda (cacing gilig) dan Cestoda (cacing pipih). Nematoda termasuk kelompok parasit yang terpenting pada unggas sehubungan dengan kerusakan yang ditimbulkan. Kelompok cacing ini memiliki siklus hidup langsung tanpa membutuhkan hospes intermediar. Nematoda disebut juga cacing gilig karena bentuknya bulat, tidak bersegmen dan dilengkapi dengan kutikula yang halus. Nematoda yang mempunyai siklus hidup langsung melewati 4 tahap perkembangan sebelum dewasa. Nematoda dewasa yang hidup dalam tubuh unggas yang terinfeksi akan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses. Didalam lingkungan, jika telur berembrio ditelan oleh ayam maka telur akan menetas didalam proventriculus hospes dan berkembang menjadi larva yang akan tumbuh menjadi cacing dewasa didalam tubuh hospes. Ascaridosis yang disebabkan oleh cacing Ascahdia galli merupakan penyakit parasitik yang sering menginfeksi temak unggas, khususnya ayam. Ascaridiosis dapat menyebabkan penurunan berat badan serta berat karkas (Raote et al., 1991) yang berkisardari 1,5 gram hingga 250 gram per ekor. Infeksi cacing ini dapat pula menurunkan jumlah telur dan berat telur hingga mencapai 33%. Selain pada ayam, A. galli juga ditemukan pada jenis unggas lainnya seperti angsa, kalkun, dan pada burung liar. Infeksi Ascaridia disebabkan oleh Ascaridia galli, Ascaridia dissimilis, Ascaridia numidae, Ascaridia columbae dan Ascaridia bonase. Ascaridia galli selain berparasit pada ayam juga pada kalkun, burung dara, itik dan angsa. Ascaridia galli merupakan cacing yang sering ditemukan pada unggas dan menimbulkan kerugian ekonomik yang tinggi karena menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva.

Morfologi
            Ascaridia galli merupakan parasit besar yang umum terdapat di dalam usus kecil berbagai unggas peliharaan maupun unggas liar. Penyebarannya luas di seluruhdunia. Cacing A. galli merupakan cacing terbesar dalam kelas nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan (Admin, 2008). Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Pada kedua sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh. Cacing jantan dewasa berukuran panjang 51–76 mm dan cacing betina dewasa 72–116 mm. Cacing jantan memiliki preanal sucker dan dua spicula berukuran panjang 1–2,4 mm, sedangkan cacing betina memiliki vulva dipertengahan tubuh. Telur A. galli berbentuk oval, kerabang lembut, tidak bersegmen, dan berukuran 73–92 x 45–57µm.
Infeksi Ascaridia disebabkan oleh Ascaridia galli, Ascaridia dissimilis, Ascaridia numidae, Ascaridia columbae dan Ascaridia bonase. Ascaridia galli selain berparasit pada ayam juga pada kalkun, burung dara, itik dan angsa. Ascaridia galli merupakan cacing yang sering ditemukan pada unggas dan menimbulkan kerugian ekonomik yang tinggi karena menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi terjadi dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan, apabila lesi yang ditimbulkan parah maka kinerja ayam akan turun drastic. Ayam yang terserang akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrient sehingga dapat menghambat pertumbuhan.

Siklus Hidup
Daur hidup A. galli bersifat langsung dan tidak langsung. Telur infektif yang termakan oleh induk semang, akan menetas di dalam proventrikulus (lambung kelenjar) atau di dalam duodenum (Soulsby, 1982). Untuk berkembang menjadi cacing dewasa, telur nematoda ini akan mengalami empat tingkatan molting. Larva stadium I (Li) dthasilkan pada molting ke-1 terjadi di dalam telur. Larva stadium I (Li) molting menjadi larva stadium II (L2) terjadi di dalam lumen intestin. Larva stadium II (L2) hidup di dalam lumen duodenum selama 9 hah pertama, kemudian masuk ke dalam selaput lendir (mukosa) yang dapat menimbulkan perdarahan. Selama di dalam selaput lendir, larva mengalami pertumbuhan ke stadium lebih lanjut yaitu larva stadium III (L3) sekitar hah ke-8. Selanjutnya L3 molting menjadi larva stadium IV (U) sekitar hah ke-14 -15 pasca infeksi. Di dalam perkembangan cacing A. galli, sebagian dari larva mengalami fase jaringan {"tissue phase") yang dapat berlangsung dari hah pertama sampai hah ke-26 sesudah infeksi, fase jaringan ini terjadi karena larva yang masuk ke dalam selaput lendtr usus mengalami hambatan perkembangan (tertahan). Jadi cacing A. galli hidup di dalam selaput lendir duodenum mulai hah ke- 8-17 setelah infeksi. Larva 5 (L5) (cacing muda) kembali ke dalam lumen duodenum pada hari ke- 17-18 setelah infeksi. Cacing muda ini siap berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina menurut Ackert (1931) mulai bertelur antara 6-8 minggu pasca infeksi. Ascaridia galli menimbulkan efek patogenik terutama ketika masih berbentuk larva di dalam selaput lendir usus. Larva akan menyebabkan lesio-lesio, perdarahan dan enteritis. Gejala yang mungkin tampak pada ayam yang terinfeksi adalah anemia, diare, dan rasa haus yang beriebihan, kaki menjadi pucat dan sayap terkulai. Ayam kelihatan lemas, malas serta mengantuk. Pada akhirnya pertumbuhan berat badan menjadi terhambat. Setiap ekor cacing A. galli bahkan diduga dapat menurunkan berat badan ayam sebesar 1,5 gram. Pada infeksi berat menyebabkan ayam kehilangan banyak darah, penurunan kadar gula darah, peningkatan kadar asam urat. Infeksi oleh cacing ini tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai protein darah, PCV, kadar hemoglobin dan nifai eritrosit serta leukosit. Ascaridia galli dapat pula menularkan Avian Rheovirus kepada ayam yang lain. Dalam perkembangannya A. galli dapat tersasar dan terperangkap di dalam uterus sehingga cacing mi dapat pula ditemukan di dalam telur ayam. Pada ayam betina infeksi cacing ini dapat menyebabkan penurunan produksi telur, kehilangan bobot badan walaupun konsumsi pakannya tetap meningkat. Penurunan bobot badan dan penurunan konsumsi pakan terutama terjadi pada umur 9-21 minggu setelah infeksi. Setelah cacing ini menjadi dewasa akan meningalkan selaput lendir dan tinggal di dalam lumen usus. Ayam yang masih muda paling peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cacing ini. Dalam umur 2 atau 3 bulan ayam akan membentuk ketahanan (imunitas jaringan) terhadap cacing gilik. Ascaridia galli pada ayam umumnya singkat dan jarang meningalkan kerusakan permanent. Hal ini disebabkan karena tubuh ayam memiliki suatu kekebalan yang dapat melindungi tubuh mereka. System ini mampu melakukan reaksi yang cepat dan tepat untuk menyingkirkan materi asing tersebut. Salah satu organ yang memiliki system tersebut adalah saluran pencernaan (usus).
Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan yang ditimbulkan Ascaridia galli. Sejumlah kecil cacing Ascaridia galli yang berparasit pada ayam dewasa biasanya dapat ditolerir tanpa adnya kerusakan tertentu pada usus. Infeksi Ascaridia galli dapat menimbulkan penurunan berat badan, pada kondisi yang berat dapat terjadi penyumbatan pada usus. Ayam yang terinfeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar akan kehilangan darah, mengalami penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan pertumbuhan, dan peningkatan mortalitas. Umur hospes dan derajat keparahan infeksi oleh Ascaridia galli memegang peranan penting dalam kekebalan terhadap cacing tersebut. Infeksi A. galli menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena ascaridiosis dapat mengganggu efisiensi absorpsi nutrisi yang berlangasung di dalam usus halus ayam petelur. Sifat penyakit parasitik cacing A. galli biasanya berjalan kronis sehingga menimbulkan gejala sakit yang perlahan atau subklinis. Kecacingan tidak menyebabkan mortalitas tetapi menghasilkan morbiditas.
 

Gejala Klinis
Jumlah cacing ascaridia galli dalam usus seekor ayam sedikit, maka cacing tersebut tidak menimbulkan gangguan pada ayam (Akoso, 1998; Anonimus, 2006). Sauvani (2008) dan Irawan (1996) menambahkan apabila jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan ganguan kesehatan atau kematian terutama pada anak ayam. Anak ayam yang menderita cacingan akan memperlihatkan tanda-tanda seperti tampak kurus, pucat, lemas, sayap agak terkulai, bulunya tidak mengkilat, terjadi diare bewarna keputih-putihan (seperti kapur, encer dan agak berlendir), pada anak ayam terjadi kematian yang banyak dan pada yang dewasa terjadi penurunan produksi telur (sesui dengan gambar feses).
Perubahan Pasca Mati
1. Perubahan anatomi (makroskopik); kerusakan terbesar terjadi sewaktu tahap perpindahan dari pertumbuhan larva cacing. Perpindahan dari dalam lapisan usus dapat menyebabkan radang usus mendarah, cacing dapat ditemukan secara relatif lebih banyak di lumen usus, seperti terlihat pada Gambar 1 (Akoso, 1998). Tabbu (2002) menambahkan infeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar akan kehilangan darah, mengalami penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan pertumbuhan dan peningkatan mortalitas.
2. Perubahan histopatologi (mikroskopik); biasanya terlihat bahwa usus terjadi erosi sel epitel dan terlihat adanya hemoragi, sehingga ayam tersebut didiagnosa menderita ascaridiasis. Hemoragi yang terjadi pada usus kecil bisa menyebabkan usus mengalami ulserasi sel epitel. Kerusakan pembuluh darah menyebabkan terjadinya obstruksi akut atau enteristis yang disebabkan oleh cacing atau protozoa akan terjadi penetrasi yang lebih dalam pada lapisan usus (Blood and Henderson, 1963). Disamping itu bisa terjadi nekrosis dan penebalan lokal pada lapisan muskularis yang akan mengakibatkan usus halus tidak berfungsi secara sempurna (Siahaan, 1993)

Pengobatan
Obat anti cacing yang paling sering digunakn untuk membasmi Ascaridia galli adalah piperazin. Selain itu dapat digunakan juga higromisin B dan kumafos melalui pakan untuk mengendalikan cacing tersebut. Piperazin memiliki efek narkotika sehingga cacing dapat dikeluarkan dalam keadaan hidup oleh adanya peristaltic usus. Pengobatan pencegahan pada pullet biasanya diberikan sekitar umur 5 minggu yang diulang pada interval 4 minggu sampai ayam mencapai umur 21 minggu. Pemberian vitamin A selama 5–7 hari dapat membantu kesembuhan mukosa usus yang rusak akibat cacing tersebut.

Pengendalian dan Pencegahan

            Lalat dapat bertindak sebagai factor mekanik dari telur Ascaridia galli, maka pengendalian terbaik adalah kombinasi antara pengobatan preventif dan manajemen yang optimal meliputi sanitasi atau desinfeksi ketat dan pembasmian lalat.